MAKALAH
MANAJEMEN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Suatu organisasi termasuk sekolah
tidak terlepas dari lingkungan yang mengelilinginya, baik internal maupun
eksternal, salah satunya adalah budaya sekolah. Budaya sekolah sangat
mempengaruhi terciptanya iklim atau suasana sekolah. Iklim atau suasana sekolah
merupakan bagian dari kultur sekolah yang dipandang dan dipahami oleh semua
unsur yang ada di sekolah.
Iklim
sekolah yang positif merupakan kondisi yang menggambarkan keadaan sekolah dan
lingkungannya yang sangat aman, damai, dan menyenangkan untuk kegiatan belajar
mengajar. Iklim sekolah terbebas dari segala kebisingan, keramaian, maupun
kejahatan. Suasananya selalu dalam kondisi tenteram, dan hubungan yang sangat
bersahabat tampak menonjol di antara para penghuninya. Mulai dari kepala
sekolah, para guru, pegawai, maupun para siswa selalu kelihatan rukun, akrab
dan saling menghargai dalam kegiatan sehari-hari. Keadaan semacam ini,
menyebabkan para siswa merasa aman, tenteram, dan terbebas dari segala tekanan
maupun ancaman yang dapat merugikan kegiatan belajarnya.
Manajemen iklim lingkungan berbasis sekolah adalah
pengaturan suasana dan lingkungan sekolah yang meliputi kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi dengan berpedoman pada
prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah.
Pengelolaan Manajemen sekolah saat ini mengalami pergeseran yang sangat
mendasar, dengan pendekatan tidak terpusat sebagai implikasi otonomi pendidikan
tetapi memberikan otonomi yang luas pada sekolah dan partisipasi masyarakat
yang intensif, menggunakan pendekatan profesional bukan pendekatan
pemerintahan, pengambilan keputusan bersifat ikut berperan serta bukan
terpusat, dan adanya pemberdayaan seluruh potensi atau sumberdaya yang ada
untuk peningkatan mutu pendidikan. Pengelolaan pendidikan yang menekankan
kemandirian sekolah merupakan penjabaran dari otonomi pendidikan di sekolah.
Pemberian otonomi pendidikan kepada sekolah merupakan usaha untuk meningkatkan
mutu pendidikan secara luas, sehingga sekolah dapat leluasa mengelola
sumberdaya dengan mengalokasikanya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap
terhadap kebutuhan masyarakat sekitar termasuk pengelolaan dan pengaturan iklim
lingkungan sekolah.
Bertitik
tolak dari pemaparan tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
pijakan dalam pembahasan selanjutnya di makalah ini, yakni bagaimana
pengembangan iklim dan lingkungan sekolah serta kendala-kendala apa saja yang
dihadapi dalam pengembangan iklim di lingkungan sekolah ?
BAB
II
KONSEP
DASAR MANAJEMEN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH
A. Pengertian
Setiap
ahli memberi pandangan yang berbeda tentang batasan manajemen, karena itu tidak
mudah memberi arti universal yang dapat diterima semua orang. Namun demikian
dari pikiran-pikiran ahli tentang definisi manajemen kebanyakan menyatakan
bahwa manajemen merupakan suatu proses tertentu yang menggunakan kemampuan atau
keahlian untuk mencapai suatu tujuan yang di dalam pelaksanaannya dapat
mengikuti alur keilmuan secara ilmiah dan dapat pula menonjolkan kekhasan atau
gaya manajer dalam mendayagunakan kemampuan orang lain.
Berikut
ini merupakan definisi manajemen dari beberapa ahli yang mencerminkan ketiga
focus tersebut : Encyclopedia of the
social science (1957) management may be defined asv
the process by which the execution of a given purpose is put into operation and
supervised. Stoner
(1992:8), manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Dengan
demikian manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki
oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun
bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan
organisasi secara produktif.
Sedangkan
Secara khusus dalam konteks
pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan
dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai
“keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan
materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992)
mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai
tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu
terutama berupa lembaga pendidikan formal”.
Meski ditemukan pengertian
manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus
tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah tentang
pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan
suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan
(3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
Manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan yang
dilakukan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf,
pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran,
pengendalian, pengawasan, penilaian dan pelaporan secara sistematis untuk
mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas/bermutu.
Sedangkan
Iklim sekolah (Organizational Climate) pertama kalinya dipakai oleh Kurt Lewin
pada tahun 1930-an, yang menggunakan istilah iklim psikologi (psychological
climate). kemudian istilah iklim organisasi dipakai oleh R. Taguiri dan G.
Litwin, yang mengemukakan sejumlah istilah untuk melukiskan perilaku dalam
hubungan dengan latar atau tempat (setting) dimana perilaku muncul: lingkungan
(environment), lingkungan pergaulan (milieu), budaya (culture), suasana
(athmosphere), situasi (situation), pola lapangan (field setting), pola
perilaku (behavior setting) dan kondisi (conditions) (Wirawan, 2007:121).
Iklim sekolah didefinisikan
orang secara beragam dan dalam penggunaanya kerapkali dipertukarkan dengan
istilah budaya sekolah. Menurut
Hoy &
Miskel (dalam Masaong
& Tilomi, 2011:181) bahwa “Iklim sekolah
merupakan seperangkt karakteristik suatu sekolah yang membedakan dengan sekolah
lain dan karakteristik itu akan mempengaruhi perilaku guru, staf, siswa dan stakeholderi
lainnya yang ada pada sekolah tersebut”. Sedangkan menurut Sergiovani (dalam Masaong & Tilomi, 2011:181) bahwa “iklim sekolah
sebagai sebuah konsep kelompok yang tidak lebih dari persepsi seseorang,
perasaan, atau interpretasi kehidupan dalam suatu sekolah”. Serta menurut ownes
(dalam Masaong & Tilomi, 2011:181) “menjelaskan : organizational
climate is the study of perceptions that individuals have of the environment in
the organization. Pengertian tersebut mengisyaratkan, bahwa iklim sekolah
berkaitan erat dengan persepsi yang dimiliki oleh individu guru, staf dan
siswa disekolah”.
B. Penciptaan
dan Pembentukan Iklim Sekolah.
Menurut para ahli, Iklim sekolah dapat diciptakan dan
dibentuk. Artinya, iklim sekolah yang kurang baik dapat diubah dan dibentuk
menjadi baik apabila para personil sekolah memang menginginkannya. Sebaliknya,
iklim sekolah yang sudah positif, jika tidak dijaga dan dipertahankan serta
dipelihara keberadaanya, maka dapat berubah menjadi iklim sekolah yang jelek.
Seringkali terjadi perubahan iklim secara
berangsur-angsur, dan tidak terasakan. Namun, jika terjadi pergantian kepala
sekolah, dan penggantinya merupakan seorang pendobrak dan pembaharu yang
menonjol, tidak tertutup kemungkinan terjadinya perubahan iklim sekolah secara
cepat dan drastis. Yang malas akan tergilas, yang lamban akan jadi korban, dan
yang cerdas akan mendapat tugas. Suatu revolusi iklim sekolah dapat terjadi,
dan ini merupakan hal yang positif.
Hubungan kerja antara kepala sekolah dengan para wakil
kepala sekolah dan antar wakil kepala sekolah serta hubungan kerja di antara,
dan di dalam kelompok guru, para siswa maupun para orang tua memberikan
kejelasan tentang iklim kerja yang terdapat di sekolah. Personil di sekolah
yang positif selalu bekerja bersama-sama dalam banyak cara, baik yang formal
maupun yang tidak formal. Interaksi di dalam kelas, baik secara lisan maupun
tulisan mutlak diperlukan yang diharapkan akan memberikan dampak pada proses
belajar dan hasil belajar yang positif. Interaksi semacam ini harus selalu
dijaga dan bahkan harus selalu ditingkatkan apabila memungkinkan. Karena itu,
perlu dijaga semangat dan motivasi siswa agar selalu berani dan bergairah untuk
berinteraksi dengan para guru.
Iklim sekolah bukan saja menunjukkan mutu kehidupan di
sekolah, tetapi juga memberikan pengaruh perubahan terhadap kebiasaan kerja,
gaya kepala sekolah, wakil kepala sekolah, sikap guru, maupun semangat para
siswa di sekolah. Iklim terutama memberikan perubahan terhadap mutu belajar dan
mengajar di sekolah.
C. Iklim Sekolah yang Positif.
Menurut para ahli, iklim merupakan energi yang terdapat
dalam suatu organisasi yang dapat memberikan pengaruh terhadap sekolah,
bergantung kepada bagaimana cara kepala sekolah menggunakan dan menyalurkan
energi tersebut. Semakin baik energi dapat disalurkan dan diarahkan akan
semakin baik pula pengaruhnya terhadap sekolah, dan sebaliknya, semakin jelek
energi disalurkan akan semakin jelek pula pengaruhnya terhadap sekolah.
Iklim sekolah yang positif menunjukkan suatu norma,
harapan, dan kepercayaan para personil yang terlibat dalam organisasi sekolah,
yang dapat memberikan dorongan untuk bertindak yang mengarah pada prestasi
siswa yang tinggi. Pimpinan sekolah memberikan perlindungan dan pengayoman
terhadap tenaga pengajar, sehingga mereka dapat menfokuskan dirinya pada
pengajaran. Para personil sekolah menghargai setiap prestasi tenaga
pengajarnya, termasuk pencapaian sasaran minimal dan penilaian terhadap
semangat kerja para tenaga pengajarnya.
Iklim sekolah yang positif dirasakan sebagai suasana yang
penuh kekeluargaan, bersifat praktis, dan penuh kejujuran. Para personil
sekolah selalu beranggapan bahwa lingkungan sekolah yang baik merupakan
prioritas utama untuk mencapai kemajuan. Semua personil sekolah selalu aktif
mengemukakan pendapatnya dalam setiap kegiatan pendidikan. Setiap pengambilan
keputusan oleh kepala sekolah, kepentingan belajar siswa selalu menjadi
pertimbangan utama yang terpenting. Kegiatan yang mengganggu kegiatan belajar
siswa tentu dikesampingkan. Sekolah juga menyediakan waktu dan jam tambahan
apabila diperlukan dan jika para orang tua siswa memang membutuhkannya.
Iklim sekolah yang positif menunjukkan adanya rasa
kekeluargaan yang kuat di antara para personil sekolah. Perasaan kekeluargaan
di antara kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para guru, pegawai, dan siswa
sedemikian kuatnya sehingga menimbulkan perasaan wajib saling memberikan
bantuan. Semua personil sekolah menjalankan tugasnya secara ikhlas, sukarela,
dan penuh tanggung jawab. Seluruh keluarga besar sekolah mulai dari kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, para guru, pegawai, siswa, orang tua siswa,
bahkan masyarakat lingkungan sekolah merasa ikut bertanggung jawab terhadap
pemeliharaan dan kebersihan gedung sekolah.
Kepala sekolah memiliki sifat asah, asih, asuh yang
tinggi. Intinya, kepada para bawahan dan siswa ingin mencerdaskan, dan
memberikan kasih sayang sebagaimana orang tua kepada anaknya, dan memberikan
perlindungan terhadap gangguan yang dapat menghambat kelancaran belajar dan
mengajar. Para wakil kepala sekolah dengan penuh ketekunan melaksanakan
tugasnya masing-masing serta serta selalu melakukan evaluasi dan koreksi diri
atas program yang akan dan telah dilaksanakan sebagai suatu perbaikan, Para guru senang melakukan diskusi dengan
rekan seprofesinya untuk meningkatkan mutu pengajaran, sedangkan para siswa
sangat antusias karena dapat menggunakan buku-buku dan bahan bacaan lainnya
yang tersedia di perputakaan dengan sebebas-bebasnya.
Semua kegiatan sekolah diatur dengan tertib, dan
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Para siswa memproleh perlakuan yang
adil, tidak dibedakan antara yang kaya dengan yang miskin, yang pandai dengan
yang lamban berpikir. Semuanya mendapatkan kesempatan yang sama untuk berprestasi
setinggi-tingginya.
Di dalam kelas terlihat suasana aktifitas belajar yang
tinggi. Para siswa sangat aktif mengajukan pertanyaan tentang pelajaran yang
belum dipahaminya, sedangkan guru dengan senang hati bersedia menjawabnya.
Untuk pertanyaan yang belum bisa dijawab, dengan bijaksana guru meminta waktu
untuk mencari data dan informasi lebih lanjut, agar dapat menjawab pertanyaan
para siswa dengan benar.
Suasana yang tertib, tenang, dan jauh dari kegaduhan maupun
kekacauan dapat dilihat di setiap kelas yang sekolahnya memiliki iklim sekolah
yang positif. Para siswa saling menghargai sesamanya, dan terhadap para
gurunya, semua siswa memiliki perasaan hormat yang tinggi. Hasil pelatihan yang
diikuti para guru segera diterapkan dan dievaluasi. Jika hasil evaluasi
menunjukkan suatu peningkatan dibandingkan dengan metode sebelumnya, maka
metode mengajar yang baru akan diteruskan. Para personil sekolah senang
mengkomunikasikan perasaan bangganya terhadap prestasi sekolahnya, ketika
berbicara tentang sekolah, dan tentu saja, dengan tidak merendahkan apalagi
menghina pihak lainnya.
D. Tujuan Manajemen Iklim Lingkungan Sekolah.
Beberapa
manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan iklim lingkungan sekolah,
diantaranya :
1. Menjamin kualitas kerja yang lebih baik
2. Membuka seluruh jaringan komunikasi
dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horizontal
3. Lebih terbuka dan transparan
4. Menciptakan
kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi
5. Meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan
6. Jika menemukan kesalahan akan segera
dapat diperbaiki
7. Dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK
E. Prinsip dan Asas
manajemen Iklim lingkungan sekolah.
Pengetahuan dan kesopanan para
personil sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan
dari siapa saja akan memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi
ini menuntut para guru, staf dan kepala sekolah trampil, profesional dan
terlatih dalam memainkan perannya memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa, orang
tua dan masyarakat.
1. Upaya
pengembangan iklim lingkungan sekolah seharusnya mengacu kepada beberapa
prinsip berikut.
1) Berpedoman pada Visi, Misi dan Tujuan
Sekolah.
Pengembangan
iklim lingkungan sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan
sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan
iklim lingkungan sekolah kearah yang kondusif. Visi tentang keunggulan mutu
misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan
iklim lingkungan sekolah yang baik dan bermutu.
2) Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal.
Komunikasi
merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan
pentingnya iklim lingkungan sekolah yang kondusif. Komunikasi informal sama
pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi
tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien
3) Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko.
Salah satu
dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap
perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima
khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang
beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.
4) Memiliki Strategi yang Jelas.
Pengembangan
iklim lingkungan sekolah perlu di landasi oleh strategi dan program. Startegi
mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan
operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal yang
selalu berkaitan.
5) Berorientasi pada Kinerja.
Pengembangan
budaya sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang dapat diukur. Sasaran yang
dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.
6) Sistem Evaluasi yang Jelas.
Untuk
mengetahui kinerja pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan evaluasi secara
rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu
dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan,
siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.
7) Memiliki Komitmen yang Kuat.
Komitmen
dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program
pengembangan budaya sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah
terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan
baik.
8) Keputusan Berdasarkan Kesepakatan
Ciri
budaya organisasi yang positif adalah pengambilan keputusan partisipatif yang
berujung pada pengambilan keputusan bersama. Meskipun hal itu tergantung pada
situasi keputusan, namun pada umumnya kesepakatan dapat meningkatkan komitmen
anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut.
9) Sistem Imbalan yang Jelas.
Pengembangan
budaya sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu
dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit
poin terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan
pengembangan budaya sekolah.
10) Evaluasi Diri
Evaluasi
diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi
di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan curah pendapat atau
menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode
penilaian diri yang berguna bagi pengembangan budaya sekolah
2. Pengembangan
budaya sekolah juga sebaiknya berpegang pada asas-asas berikut :
1) Kerjasama Kelompok
Pada
dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah kumpulan individu yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan. Nilai kerja sama merupakan suatu keharusan
dan kerjasama merupakan aktivitas yang bertujuan untuk membangun
kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang dimilki sekolah.
2) Kemampuan.
Menunjuk
pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab pada tingkat kelas
atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran, kemampuan profesional guru bukan
hanya ditunjukkan dalam bidang akademik tetapi juga dalam bersikap dan
bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik.
3) Keinginan.
Keinginan
pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab untuk
memberikan kepuasan terhadap siswa dan masyarakat. Keinginan harus diarahkan
pada usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai budaya yang muncul dalam
diri pribadi baik sebagai kepala sekolah, guru, dan staf dalam memberikan
pelayanan kepada siswa dan masyarakat.
4) Kegembiraan.
Nilai
kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan harapan
kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim
sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan bangga
sebagai bagian dari personil sekolah. Jika perlu dibuat wilayah-wilayah yang
dapat membuat suasana dan memberi nuansa yang indah, nyaman, asri dan
menyenangkan, seperti taman sekolah ditata dengan baik dan dibuat wilayah bebas
masalah atau wilayah harus senyum dan sebagainya.
5) Hormat.
Rasa
hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada siapa saja baik
dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders
pendidikan lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai
atau tidak diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang dipercaya.
Sikap respek dapat diungkapkan dengan cara memberi senyuman dan sapaan kepada
siapa saja yang kita temui, bisa juga dengan memberikan hadiah yang menarik
sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang dilakukan
dengan baik.
6) Jujur.
Nilai
kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan sekolah, baik
kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain. Nilai kejujuran
tidak terbatas pada kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau tugas tetapi
mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi yang obyektif. Tanpa kejujuran,
kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena itu budaya jujur dalam setiap
situasi dimanapun kita berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur dalam
memberikan penilaian, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam penggunaan
waktu serta konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan pribadi yang kuat
dalam menciptakan budaya sekolah yang baik.
7) Disiplin.
Disiplin
merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam
lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan
perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk hidup
teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi yang
seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan tidak harus
dilakukan karena peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan yang ada.
Aturan atau tata tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut,
tidak akan menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau
iklim lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang
tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf tata usaha.
8) Empati.
Empati
adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap ini perlu dimiliki
oleh seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan siapa saja dan
dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah yang mungkin dihadapai
oleh orang lain dan mampu menempatkan diri sesuai dengan harapan orang
tersebut. Dengan sifat empati warga sekolah dapat menumbuhkan budaya sekolah
yang lebih baik karena dilandasi oleh perasaan yang saling memahami.
9) Pengetahuan dan Kesopanan.
Pengetahuan
dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk
memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan yang meyakinkan
bagi orang lain. Dimensi ini menuntut para guru, staf dan kepala sekolah
tarmpil, profesional dan terlatih dalam memainkan perannya memenuhi tuntutan
dan kebutuhan siswa, orang tua dan masyarakat.
F.
Pendekatan pengembangan manajemen Iklim lingkungan sekolah.
Ada
beberapa pendekatan yang perlu ditempu oleh pihak sekolah dalam mengembangkan
manajemen iklim lingkungan sekolahnya, seperti berikut ini : Pertama Mendorong kerjasama atau
kolaborasi, Kedua Memantapkan
hubungan antara misi dan praktik dengan penuh antusiame, fasilitasi, memenuhi
kebutuhan guru dan murid, memahami motivsi karyawan, dan mendorong pertumbuhan
personil, Ketiga Berlaku Kreatif, Keempat Merangsang pelaksanaan mengajar yang baik, Kelima Memandang persoalan sebagai
peluang dan memfokuskan solusi, Keenam
Memikirkan orang lain, Ketujuh Menciptakan
jaringan yang mengurangi isolasi guru dan mendorong tukar pikir professional, Kedelapan Tetap memfokuskan kepada
kinerja murid, Kesembilan Pemilihan
staf secara tepat, Kesepuluh Pengangkatan
kepemimpinan secara formal, Keseblas Komunikasi
dua-arah secara teratur.
G. Faktor
Kendala Pengembangan Manajemen Iklim dan Lingkungan Sekolah.
Untuk
mencapai kesuksesan dan keberhasilan tentunya tidak semudah membalikkan telapak
tangan, berbagai masalah, hambatan dan rintangan yang dilalui serta berbagai
ujian yang dialami. Demikian pula halnya dalam pengembangan manajemen iklim dan
lingkungan sekolah, ada beberapa hal yang menjadi factor kendala dalam
pengembangan manajemen iklim dan lingkungan sekolah, meliputi :
1. Kepala Sekolah.
Jika dilihat
dari sudut kewenangan dalam organisasi sekolah, maka kepala sekolah seharusnya
mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang lebih besar dalam proses penciptaan
iklim sekolah yang baik dan kondusif, namun dalam kenyataannya justru banyak
yang diangkat menjadi kepala sekolah sangat minim dalam kemampuan dan
pengetahuan dalam mengelola sekolah termasuk dalam pengelolaan iklim dan
lingkungan sekolah.
2. Visi dan Misi
yang tidak jelas.
Rumusan visi dan
misi sekolah yang tidak jelas, sulit diukur sehingga menyebabkan tidak muda
untuk mengimplementasikan dalam bentuk tindakan nyata termasuk program
pengembangan manajemen iklim dan lingkungan sekolah, bahkan ada sekolah yang
tidak mencantumkan dan memprioritaskan dalam visi dan misi tentang pengembangan
manajemen iklim dan lingkungan sekolah.
3. Guru.
Dari sekian guru
yang ada di suatu sekolah, sebagian besar memilki sikap cuek atau tidak peduli,
apa adanya terhadap iklim dan lingkungan sekolahnya, sebab mereka berpikir
bahwa untuk membentuk iklim dan lingkungan sekolah yang baik dan kondusif bukan
bagian tugas mereka, serta sikap lainnya seperti mau menang sendiri dan tidak
mau tahu akan program sekolah. Selanjutnya tingkat kedisiplinan yang sangat
rendah atau tidak menghargai waktu.
4. Siswa.
Beberapa siswa
yang memiliki prilaku yang kurang baik dan sering melakukan perbuatan serta
pelanggaran terhadap tata tertib di sekolah, seperti biangkeladi perkelahian,
prilaku yang tidak hormat atau tidak menghargai guru dan orang yang lebih tua.
Suka merusak dan mencoret-coret dinding sekolah, suka mengganggu teman yang
sedang belajar serta sering terlambat.
5. Orang Tua.
Masih kurangnya
keterlibatan atau peran orang tua dalam menciptakan iklim dan lingkungan
sekolah yang kondusif, sebagian orang
tua berpikir bahwa urusan sekolah adalah tanggungjawab kepala sekolah dan para
guru yang ada disekolah itu, bahkan ada orang tua yang tidak pernah
menginjakkan kaki atau melihat langsung keadaan dan kondisi sekolah dimana
anaknya bersekolah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Iklim sekolah adalah merupakan
energi yang terdapat dalam suatu organisasi yang dapat memberikan pengaruh
terhadap sekolah, bergantung kepada bagaimana cara kepala sekolah menggunakan
dan menyalurkan energi tersebut. Semakin baik energi dapat disalurkan dan
diarahkan akan semakin baik pula pengaruhnya terhadap sekolah, dan sebaliknya,
semakin jelek energi disalurkan akan semakin jelek pula pengaruhnya terhadap
sekolah.
Iklim sekolah dapat diciptakan dan dibentuk. Artinya,
iklim sekolah yang kurang baik dapat diubah dan dibentuk menjadi baik apabila
para personil sekolah memang menginginkannya. Sebaliknya, iklim sekolah yang
sudah positif, jika tidak dijaga dan dipertahankan serta dipelihara
keberadaanya, maka dapat berubah menjadi iklim sekolah yang jelek
Dalam
pengembangan menuju pada iklim sekolah yang kondusif atau positif, ada beberapa
prinsip dan asas yang perlu diperhatikan oleh pihak sekolah antara lain: visi,
misi dan tujuan sekolah. Sedangkan beberapa asas yang perlu menjadi pengangan
adalah kerjasama kelompok, kemampuan, keinginan, kegembiraan, hormat, jujur,
disiplin, empat serta pengetahuan dan kesopanan.
Selain itu
pula dalam pengembangan manajemen iklim dan lingkungan sekolah dapat
dikemukakan beberapa factor kendala yang meliputi kurangnya kemampuan dan
pengetahuan kepala sekolah, visi dan misi yang tidak jelas, sikap acuh tak acuh
guru dan masih rendahnya tingkat kesadaran siswa terhadap pentingnya iklim dan
lingkungan yang sehat seperti prilaku suka berkelahi, tidak menghormati guru,
serta rendahnya peran orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Moedjiarto,
2002. Manajemen Sekolah: Sekolah Unggul. Penerbit Duta Graha Pustaka.
Tim Dosen
Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009. Manajemen
Pendidikan, Bandung : Penerbit Alfabeta.
Marno, dkk.
2008. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam. Bandung : PT Refika Aditama.
Nawawi, Hadari.
1989. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Jakarta : CV Haji Masagung.
Muhaimin, dkk.
2010. “Manajemen Pendidikan” Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan
Sekolah/Madrasah. Jakarta : Kencana.
Effendi,
Moehtar. 1996. Manajemen Suatu pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam. Jakarta :
Bhatara.
Ansar .2012.Budaya Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.http:/www.google.com.diakses
Desember 2013
Sudrajat,
A.2010. Pengembangan Budaya Sekolah.
http:/www.google.com.diakses
Desember 2013.
Hatta,
Effendi. 2011. Iklim Sekolah (school Climate), http://efendihatta blogspot.com/2010/07/iklim-sekolah-school-climate.html.
diakses Desember 2013.
Masaong,
Abd Kadim & Ansar. 2011. Manajemen berbasis sekolah (Teori, Model dan
Implementasi. Gorontalo: Senta Media.
Masaong,
Abd Kadim & Arfan A.T. 2011. Kepemimpinan berbasis multiple intelligence
(Sinergi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual untuk meraih
kesuksesan yang gemilang). Bandung: Alfa Beta.